Quantum Dot Bisa Pancarkan Warna Cahaya Tergantung Ukuran

Jakarta – Samsung Newsroom mengupas quantum dot dengan Guru Besar Department of Chemical and Biological Engineering di Seoul National University (SNU), Taeghwan Hyeon.

Kemudian, Guru Besar Department of Chemical and Biomolecular Engineering di Korea Advanced Institute of Science and Technology (KAIST), Doh Chang Lee.

Selanjutnya, Head of Advanced Display Lab, Visual Display (VD) Business di Samsung Electronics, Sanghyun Sohn. Sebanyak empat topik yang dibicarakan dengan para narasumber tersebut yakni Memahami Band Gap.

Berikutnya, Quantum Dot terkait semakin kecil partikelnya semakin besar band gap-nya, engineering di balik film Quantum Dot, dan TV QLED menggunakan Quantum Dot untuk menciptakan warna

Samsung telah menggunakan Quantum Dot guna meningkatkan performa layarnya yang merupakan partikel semikonduktor yang sangat kecil.

Selain itu memancarkan warna cahaya yang berbeda-beda tergantung pada ukurannya, menghasilkan warna yang sangat murni dan tajam. Sintesis quantum dot ditemukan dan meraih hadiah Nobel untuk bidang kimia pada 2023.

Quantum dot telah memberikan kontribusi pada industri layar dan medis yang akan diterapkan secara lebih luas ke bidang elektronik, komunikasi kuantum, dan sel surya.

“Untuk memahami quantum dot, kita harus terlebih dahulu memahami konsep band gap,” kata Taeghwan Hyeon.

Pergerakan elektron valensi (terluar) menghasilkan listrik dengan valence band (pita valensi) lebih tinggi dan belum terisi yang dapat menerima elektron yang disebut conduction band (pita konduksi).

Sebuah elektron dapat menyerap energi untuk melompat dari valence band ke conduction band. Saat elektron itu melepaskan energinya, ia akan jatuh kembali ke valence band.

Perbedaan jumlah energi antara kedua band (pita) ini harus diserap atau dilepaskan oleh elektron untuk berpindah yang dikenal sebagai band gap (celah pita).

Insulator seperti karet dan kaca memiliki band gap (celah pita) yang besar, sehingga mencegah elektron bergerak bebas di antara band (pita).

Sementara itu konduktor seperti tembaga dan perak memiliki valence band dan conduction band yang saling tumpang tindih membuatelektron bergerak bebas menghasilkan konduktivitas listrik yang tinggi.

Semikonduktor memiliki band gap yang berada di antara insulator dan konduktor membatasi konduktivitas dalam kondisi normal. Namun, ini membuat konduksi listrik atau emisi cahaya saat elektron dirangsang oleh panas, cahaya, atau listrik.

Taeghwan Hyeon mengemukakan struktur energy band (pita energi) pada suatu materi sangat penting dalam menentukan sifat kelistrikannya.
“Untuk memahami quantum dot, kita harus terlebih dahulu memahami konsep band gap,” ujarnya.

“Ketika partikel quantum dot menjadi lebih kecil, panjang gelombang cahaya yang dipancarkan bergeser dari merah ke biru,” ujar Korea Advanced Institute of Science and Technology (KAIST), Doh Chang Lee.

Quantum dot adalah kristal semikonduktor berskala nanometer (nm) atau sepermiliar meter atau seperseribu ketebalan rambut manusia yang memiliki sifat listrik dan optik.

Dengan ukuran lebih besar (bulk state), partikelnya besar sehingga elektron dalam bahan semikonduktor dapat bergerak bebas tanpa dibatasi oleh panjang gelombangnya.

Hal ini membuat tingkat energi dengan keadaan yang ditempati partikel saat menyerap atau melepaskan energi untuk membentuk spektrum yang kontinu, seperti sebuah perosotan panjang dengan kemiringan yang landai.

Dalam quantum dot, pergerakan elektron dibatasi karena ukuran partikel lebih kecil dari panjang gelombang elektron.

Bayangkan Anda sedang menyendok air (energi) dari sebuah panci besar (bulk state) menggunakan sendok (bandwidth yang sesuai dengan panjang gelombang elektron).

Dengan sendok ini, Anda dapat dengan bebas mengatur jumlah air dalam panci, dari penuh hingga kosong setara dengan tingkat energi yang berkelanjutan.

Ketika ukuran panci menyusut hingga seukuran cangkir the seperti quantum dot dan sendok tidak lagi muat. Dalam kondisi ini, cangkir hanya bisa penuh atau kosong. Hal ini menggambarkan konsep tingkat energi yang terkuantisasi.

“Ketika partikel semikonduktor direduksi hingga skala nanometer, tingkat energinya menjadi terkuantisasi, mereka hanya dapat eksis dalam langkah-langkah yang terputus-putus,” ujar Taeghwan Hyeon.

“Efek ini disebut quantum confinement (pembatasan/pengurungan kuantum). Dan pada skala ini, band gap dapat dikendalikan dengan menyesuaikan ukuran partikel.”
Jumlah molekul di dalam partikel akan menurun seiring pengurangan ukuran quantum dot dan menghasilkan interaksi molecular orbital yang lebih lemah.

Hal ini memperkuat efek quantum confinement (pembatasan/pengurungan kuantum) dan meningkatkan band gap.

Karena, band gap berkaitan dengan energi yang dilepaskan melalui relaksasi elektron dari conduction band ke valence band, maka warna cahaya yang dipancarkan pun akan berubah.

“Saat partikel menjadi lebih kecil, panjang gelombang cahaya yang dipancarkan berpindah dari merah ke biru,” ucap Doh Chang Lee.

“Dengan kata lain, ukuran nanokristal quantum dot akan menentukan warnanya.”

Quantum dot telah menarik perhatian di berbagai bidang, termasuk sel surya, fotokatalisis, medis, dan komputasi kuantum. Namun, industri layar adalah yang pertama berhasil mengkomersialkan teknologi ini.

“Salah satu alasan Samsung berfokus pada quantum dot adalah karena puncak spektrum emisinya yang sangat sempit,” tutur Head of Advanced Display Lab, Visual Display (VD) Business di Samsung Electronics, Sanghyun Sohn.

“Bandwidth yang sempit dan fluorescence yang kuat membuatnya ideal untuk mereproduksi spektrum warna yang luas secara akurat.”

Quantum dot menghasilkan warna merah, hijau, dan biru yang sangat murni dengan mengontrol cahaya pada skala nano, menghasilkan bandwidth yang sempit dan fluorescence yang kuat.

Untuk memanfaatkan quantum dot secara efektif dalam teknologi layar, material dan struktur harus mampu mempertahankan performa tinggi dari waktu ke waktu, bahkan dalam kondisi ekstrem. Samsung QLED mencapai hal ini melalui penggunaan lapisan film quantum dot.

“Reproduksi warna yang akurat dalam sebuah layar tergantung pada seberapa baik film itu memanfaatkan sifat optik dari quantum dot,” ujar Doh Chang Lee.

“Film quantum dot harus memenuhi beberapa persyaratan utama untuk penggunaan komersial, seperti konversi cahaya dan translucence yang efisien.”

Film quantum dot yang digunakan di layar Samsung QLED diproduksi dengan menambahkan larutan quantum dot ke dasar polimer yang dipanaskan pada suhu yang sangat tinggi.,

Kemudian, menyebarkannya menjadi lapisan tipis dan mengawetkannya. Meskipun terdengar sederhana, proses manufaktur yang sebenarnya sangat kompleks.

“Ibarat mencoba mencampur bubuk kayu manis ke dalam larutan madu yang lengket tanpa membentuk gumpalan, itu bukan tugas yang mudah,” ucap Sanghyun Sohn.

“Untuk menyebarkan quantum dot secara merata ke seluruh lapisan film, berbagai faktor seperti material, desain, dan kondisi pemrosesan harus dipertimbangkan dengan cermat.”

Untuk memastikan daya tahan jangka panjang pada layarnya, perusahaan mengembangkan material polimer eksklusif yang dioptimalkan secara khusus untuk quantum dot.

“Kami telah membangun keahlian yang ekstensif dalam teknologi quantum dot dengan mengembangkan barrier film (film penghalang) yang mampu menghalangi kelembapan dan bahan polimer yang mampu menyebarkan quantum dot secara merata,” Sanghyun Sohn.

“Melalui hal ini, kami tidak hanya berhasil mencapai produksi massal, tetapi juga mengurangi biaya.”

Berkat proses canggih ini, lapisan film Quantum Dot Samsung menghasilkan ekspresi warna yang presisi dan efisiensi cahaya yang luar biasa dan semuanya didukung oleh daya tahan terbaik di industri.

“Tingkat kecerahan biasanya diukur dalam satuan nit, di mana satu nit setara dengan terang satu buah lilin,” ucap Sanghyun Sohn.

“Sementara LED konvensi Sanghyun Sohn. onal menghasilkan sekitar 500 nit, namun layar quantum dot kami dapat mencapai 2.000 nit atau lebih, setara dengan 2.000 lilin, sehingga menghasilkan level baru untuk kualitas gambar.”

Perbandingan gamut warna RGB antara spektrum cahaya yang tampak, sRGB, dan DCI-P3 dalam ruang warna CIE 1931

CIE 1931: Sistem warna yang banyak digunakan dan diumumkan pada tahun 1931 oleh Commission internationale de l’éclairage.

sRGB (standard RGB): Ruang warna yang dibuat secara bersama oleh Microsoft dan HP pada tahun 1996 untuk monitor dan printer.

DCI-P3 (Digital Cinema Initiatives – Protocol 3): Ruang warna yang banyak digunakan untuk konten HDR digital, didefinisikan oleh Digital Cinema Initiatives untuk proyektor digital.

Samsung telah meningkatkan tingkat kecerahan dan ekspresi warna dan menghadirkan pengalaman visual yang belum pernah ada sebelumnya.

Faktanya, TV QLED Samsung mampu mencapai tingkat reproduksi warna 90% lebih dari ruang warna DCI-P3 (Digital Cinema Initiatives – Protocol 3), yang menjadi tolok ukur akurasi warna dalam sinema digital.

“Meski Anda sudah berhasil membuat quantum dot, Anda tetap harus memastikan stabilitas jangka panjang agar teknologi ini benar-benar berguna,” ujar Doh Chang Lee.

“Teknologi sintesis quantum dot berbasis indium phosphide (InP) dan teknologi produksi film Samsung yang terdepan di industri adalah bukti keahlian teknis mendalam dari Samsung.”

Tidak semua TV yang berlabel quantum dot memiliki kualitas gambar yang sama, meskipun sudah masuk ke pasar yang diminati konsumen.

“Legitimasi sebuah TV quantum dot terletak pada apakah TV ini benar-benar memanfaatkan efek quantum confinement atau tidak,” ucap Taeghwan Hyeon.

“Syarat mendasar yang pertama adalah penggunaan quantum dot untuk menciptakan warna.”

Untuk dapat dianggap sebagai TV quantum dot sejati, quantum dot harus berfungsi sebagai inti dari pengkonversi cahaya atau materi utama pemancar cahaya.

“Dalam hal quantum dot sebagai pengkonversi cahaya, layar harus mengandung jumlah quantum dot yang memadai untuk menyerap dan mengubah cahaya biru yang dipancarkan oleh unit backlight (pencahayaan latar).”

Samsung QLED menggunakan 3.000 lebih parts per million (ppm) material quantum dot. 100% warna merah dan hijau dihasilkan melalui quantum dot.

“Film quantum dot harus mengandung jumlah quantum dot yang cukup agar dapat berfungsi secara efektif,” ujar Sanghyun Sohn.

Samsung mengembangkan teknologi quantum dot pada 2001 dilanjutkan pada 2015 memperkenalkan TV quantum dot pertama di dunia tanpa kandungan cadmium yakni TV SUHD.

Selanjutnya, pada 2017 perusahaan meluncurkan jajaran QLED premium, yang semakin memperkuat kepemimpinannya dalam industri layar berbasis quantum dot. (adm)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *