Jakarta – Palo Alto Networks memprediksi ancaman keamanan siber di Asia Pasifik dan Indonesia dari video dan audio deepfake yang dibuat dengan teknologi artificial intelligence/AI (kecerdasan buatan) generatif.
Regional Vice President Palo Alto Networks ASEAN Steven Scheurmann mengatakan kasus penipuan yang dialami sebuah perusahaan multinasional di Hong Kong pada 2024.
Hal ini memanfaatkan video deepfake yang meniru Chief Financial Officer (CFOP) perusahaan mengecoh seorang karyawan berakibat perusahaan rugi ratusan juta dolar Hong Kong.
“Jadi contohnya, organisasi target menerima salah satu email dengan pesan suara dari Pak Steven yang mengatakan, “Hei Arthur, tolong urusin ABC, aku sudah approve ini, please go ahead,” katanya pada Selasa (14/1/2025).
“Suaranya akan sama seperti suara saya yang sangat realistis, dan Anda tentu akan percaya dan tentu bilang, “Oke, tidak masalah, Pak Steven sudah bilang oke bolehlah kita lanjut.” Jadi deepfake sudah pasti akan menjadi mainstream.”.
Technical Solutions Manager, Palo Alto Networks Indonesia Arthur Siahaan menambahkan deepfake akan terlihat dan terdengar semakin realistis sehingga orang yang awam akan semakin sulit mengetahui keasliannya.
Penjahat siber juga memanfaatkan AI untuk menjalankan serangan lainnya seperti ransomware.
Laporan Palo Alto menemukan sekitar tahun ini pengembangan ransomware hanya membutuhkan waktu tiga jam, dan pada tahun 2026 diprediksi makin cepat lagi hanya dalam 15 menit.
Country Manager, Palo Alto Networks Indonesia Adi Rusli mengimbau perusahaan dan organisasi untuk memanfaatkan AI dalam melawan serangan siber berbasis AI.
AI dapat digunakan untuk monitoring, deteksi anomali, hingga analisis saat terjadi insiden keamanan.
“Jadi sebisa mungkin kita lift pekerjaan yang repetitif ke automation atau ke tahapan AI sehingga nantinya para security analyst di organisasi dapat fokus ke sesuatu yang lebih high value, seperti misalkan threat hunting dan lain sebagainya,” ujarnya. (adm)
Sumber: detik.com