Jakarta – Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) meminta frekuensi 1,4 Ghz hanya dipakai untuk layanan fixed broadband melalui Broadband Wireless Access.
Langkah ini dapat dilakukan dengan penerbitan regulasi oleh Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi).
Dengan begitu, jika pemenang tender ini dari operator selular (opsel) tidak dipakai untuk layanan selular 5G. Jadi, perbedaan bisa dirasakan konsumen dalam layanan telekomunikasi.
“Jika Komdigi tak tegas dalam membuat regulasi BWA sebagai, maka akan menimbulkan permasalahan persaingan usaha di kemudian hari. Pemerintah harus memiliki kejelasan mengenai persaingan usaha di lelang frekuensi 1,4Ghz apa lagi Komdigi akan membagi BWA ini menjadi beberapa regional,” kata Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Nasional Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), Sigit Puspito Wigati Jarot di Jakarta.
Jika Kemkomdigi tidak membuat regulasi BWA sebagai, maka akan menimbulkan permasalahan persaingan usaha pada masa depan.
“Pemerintah harus memiliki kejelasan mengenai persaingan usaha di lelang frekuensi 1,4Ghz apa lagi Komdigi akan membagi BWA ini menjadi beberapa regional,” ucapnya.
Dengan begitu pemenang tender frekuensi 1,4 Ghz di satu regional maksimal dua operator telekomunikasi.
Namun, Kemkomdigi belum menjelaskan konsep BWA ini dari sisi persaingan usaha.
Selain itu menjaga komitmen minimum layanan yang harus diberikan kepada masyarakat kepada pemenang lelang frekuensi 1,4 Ghz.
Sigit meneruskan Kemkomdigi harus memberikan perbedaan layanan dan harga antara masyarakat di wilayah urban maupun rural.
Jika langkah ini tidak dilakukan, maka Kemkomdigi tidak mengerti keunikan teknologi BWA.
“Kami juga meminta dalam lelang lelang frekuensi 1,4 Ghz Komdigi juga dapat memasukan kebijakan lokal dari penyelenggaraan BWA,” ucapnya.
Jika salah satu zona diperoleh lebih dari satu pemenang, maka harus ada pembagian beban antara wilayah urban dan rural.
Pembangunan di infrastrktur di daerah urban lebih mudah sehingga memiliki nilai ekonomis yang tinggi dibandingkan rural.
Hal lainnya yang didesak Mastel adalah meminta Kemkomdigi harus memberikan perbedaan target pembangunan bagi pemenang tender lelang frekuensi 1,4 Ghz.
Jadi, pembangunan BWA di rural harus diproritaskan ketimbang di daerah urban.
“Karena objektif pemerintah dalam lelang frekuensi 1,4 Ghz adalah menghadirkan layanan broadband di daerah yang belum tersedia FTTH,” tuturnya.
“Jika tidak ada program prioritas pembangunan maka akan sulit melihat apakah BWA yang dibangun pemenang lelang frekuensi 1,4 Ghz berhasil atau tidak.”
Jika pemenang lelang frekuensi 1,4 Ghz tidak segera membangun, maka ini akan merugikan negara dan masyarakat.
Regulator telekomunikasi di Inggris memiliki perhitungan berapa besar kerugian yang didapatkan negara dan masyarakat ketika operator telekomunikasi pemenang lelang frekuensi tak memenuhi komitment pembangunannya.
“Komdigi selama ini tak memiliki perhitungan kerugian negara dan masyarakat ketika operator telekomunikasi tak memenuhi komitmen pembangunannya,” ucapnya
“Ini dapat dibuktikan dengan Komdigi yang santai saja dan tidak tegas menindak ketika ada operator telekomunikasi yang telat membangun,” ujarnya. (adm)
Sumber: detik.com