Jakarta – Pengamat Telekomunikasi Agung Harsoyo menilai keinginan Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) akan ‘menghidupkan’ broadband wireless access (BWA) melalui lelang frekuensi 1,4 GHz sebagai mukjizat.
Layanan BWA ini sebelumnya pernah eksis di Indonesia, itu ditandai dengan keberadaan First Media, Internux dengan produk Bolt, Indosat Mega Media (IM2), Berca, dan Jasnita. Namun dalam perjalanannya, operator BWA tersebut berhenti di tengah jalan.
“BWA itu pernah ada dan terus tidak ada, kemudian akan ada lagi. Maka dari itu, kalau secara akademik mestinya itu kajiannya itu harus sangat dalam karena menghidupkan orang pernah mati itu kan mukjizat,” katanya di Jakarta, Senin (10/2/2025).
Agung Harsoyo mengemukakan Kemkomdigi mengalokasikan spektrum frekuensi 1,4 GHz untuk layanan BWA sudah melalui tahapan forensik digital yang berakibat bisnis BWA mati yang akan dihidupkan untuk ke depannya.
“Bagi kami biasanya kematian itu harus diforensik, kenapa dulu mati. Kemudian, ketika kita mau menghidupkan lagi, ya alasannya harus sangat utuh karena kalau nggak mati lagi nanti. Kalau kondisinya masih sama, maka perlu kajian lebih lanjut,” ujarnya.
Dengan begitu para pemangku kebijakan seperti Kemkomdigi agar memperhatikan kebijakan yang akan dikeluarkannya agar tidak berdampak buruk di masa mendatang.
“Sehingga setiap langkah yang kita jalani ini mesti ekstra hati-hari karena kalau saya kadang-kadang kebayang kalau seandainya, gara-gara kebijakan kita kemudian ada yang tumbang. Begitu tumbang itu kan berarti ada sekian orang yang nganggur dan seterusnya,” ucapnya.
“Jadi, lesson learned itu prinsipnya bahwa dulu pernah ada, kemudian tidak ada, kemudian alasan yang sangat kokoh untuk mengadakan lagi.”
Kemkomdigi berupaya meningkatkan kecepatan internet fixed broadband yang dinilai masih mahal tarifnya dan koneksinya masih lambat.
Kementerian ini berharap lelang frekuensi 1,4 GHz dapat menggenjot kecepatan internet fixed broadband sampai 100 Mbps dan tarifnya sekitar Rp100 ribu sampai Rp150 ribuan.
Rencana kebijakan untuk internet murah ini akan fokus pada wilayah dengan tingkat penetrasi layanan internet yang masih terbatas atau bahkan belum ada penetrasi sama sekali.
Pelanggan dari layanan internet murah ini ditujukan bagi masyarakat kelas menengah ke bawah dengan daya beli terbatas.
Pada kesempatan yang sama, Plt. Direktur Penataan Spektrum Frekuensi Radio, Orbit Satelit dan Standardisasi Infrastruktur Digital, Kemkomdigi, Adis Alifiawan, mengemukakan bisnis operator BWA pernah gagal akibat belum siap.
“Waktu itu belum begitu siap. Jadi, bukan karena BWA dulu gagal terus semua unsur di situ otomatis gagal, nggak. Di BWA lama itu regionalisasinya itu kecil-kecil, seperti bagian Sumatera itu ada bagian atas, tengah, dan bawah, kalau di sini kita satukan karena dari dari sisi teknis kita tidak ingin border darat karena ketika ada dua operator dengan frekuensi yang sama punya border darat, itu harus ada buffer zone dan itu teknisnya cukup effort-lah di situ,” ucapnya. (adm)
Sumber: detik.com