Jakarta – Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) menganggap kecepatan unduh dan unggah di Indonesia masih sangat rendah karena latensinya tinggi.
“Latensi tinggi karena implementasi 5G itu belum optimal. Beda kalau kita pakai 5G dengan kita pakai 4G, itu latensinya pasti berbeda. Hampir 10 kalinya ya,” kata Chairman of Working Group Spectrum ATSI, Rudi Purwanto.
Latensi tinggi terjadi akibat bersumber dari penggunaan teknologi Carrier Aggregation (CA), yakni sebuah teknik yang memungkinkan pemanfaatan lebih dari satu spektrum frekuensi sehingga layanan internet yang dirasakan pengguna akan semakin optimal.
Rudi Purwanto mengemukakan tambahan frekuensi baru bisa menjadi dorongan internet yang diakses pengguna semakin kencang dari sebelumnya. Kemkomdigi berencana melakukan lelang frekuensi 700 MHz, 1,4 GHz, 2,6 GHz, dan 26 GHz pada 2025.
“Jadi, lelang salah satu satu poin yang paling optimal adalah segera mengoptimalkan adalah segera mengoptimalkan 5G hadir di Indonesia dengan spektrum-spektrum yang memang ideal. Ini untuk menjawab terkait latensi dan kecepatan,” ujarnya.
Indonesia membutuhkan tambahan spektrum baru untuk mengejar ketertinggalan, khususnya soal kecepatan internet.
Hal ini dibandingkan negara-negara lain sudah mengalokasikan spektrum frekuensi 2,6 GHz seperti Vietnam, Thailand, Filipina, Myanmar, Singapura, dan Laos.
Pita frekuensi 3,5 GHz sudah dialokasikan oleh Filipina, sedangkan pita frekuensi 26 GHz sudah dialokasikan di Filipina dan Vietnam.
“Ini adalah PR yang harus dijawab, cara menjawabnya tadi sebenarnya, fokus di low band dan mid band sebagai future band yang memang sangat dibutuhkan,” tuturnya. (adm)
Sumber: detik.com