Jakarta – Laporan riset Internationa Data Corporation (IDC) terbaru yang dibuat untuk Akamai Technologies menyebutkan perusahaan keamanan siber dan komputasi cloud mendukung dan melindungi bisnis secara online.
Sementara itu penelitian berjudul ‘The Edge Evolution: Powering Success from Core to Edge mengungkapkan perusahaan di Asia Pasifik menyadari arsitektur cloud yang tersentralisasi tidak dapat memenuhi tuntutan skala, kecepatan, dan kepatuhan yang terus meningkat.
Kalangan bisnis perlu menata ulang dan memperkuat strategi infrastruktur mereka agar menyertakan layanan edge. Jadi, ini dapat tetap kompetitif, memenuhi kepatuhan, serta siap menerapkan artificial intelligence/AI (kecerdasan buatan) di dunia.
IDC Worldwide Edge Spending Guide melaporkan Forecast 2025 mengutarakan layanan cloud publik untuk edge diperkirakan pertumbuhan tahunan gabungan (compound annual growth rate/CAGR) sebesar 17% hingga 2028.
Hal ini dengan total belanja yang diproyeksikan mencapai US$29 miliar pada 2028.
IDC juga memprediksi pada 2027 sebanyak 80% Chief Information Officer (CIO) akan beralih dari penyedia cloud ke layanan edge untuk memenuhi tuntutan performa dan kepatuhan dari inferensi AI.
Pergeseran ini menandai apa yang dalam riset tersebut disebut sebagai ‘Evolusi Edge’.
Hasil penelitiannya juga menguraikan bagaimana sistem yang terhubung dengan cloud publik menggabungkan adaptabilitas dan skalabilitas cloud publik dengan kedekatan dan performa komputasi edge.
Jadi, ini memberikan fleksibilitas yang dibutuhkan dunia bisnis untuk berkembang di masa depan yang berbasis AI.
Peralihan AI generatif dari tahap eksperimen ke tahap eksekusi membuat perusahaan-perusahaan di APAC mulai menghadapi keterbatasan infrastruktur lawas.
Sebanyak 31% organisasi yang disurvei di kawasan tersebut telah menerapkan aplikasi GenAI pada tahap produksi.
Sementara itu sebanyak 64% organisasi masih berada pada tahap uji coba atau pilot. Mereka masih menguji GenAI untuk skenario penggunaan guna memenuhi kebutuhan pelanggan maupun internal.
Namun, momentumnya menunjukkan celah serius pada arsitektur cloud sebagai berikutKompleksitas multicloudSebanyak 49% perusahaan mengalami kesulitan mengelola lingkungan multicloud karena inkonsistensi pada alat, fragmentasi manajemen data, dan tantangan dalam menjaga sistem tetap mutakhir pada berbagai platform.
Perangkap kepatuhanSebanyak 50% dari 1.000 organisasi teratas di Asia Pasifik akan berhadapan dengan kesulitan akibat perubahan regulasi yang berbeda-beda dan standar kepatuhan yang terus berkembang.
Jadi, ini menyulitkan mereka beradaptasi dengan kondisi pasar dan mendorong inovasi AI.
Kenaikan biayaSebanyak 24% organisasi mengidentifikasi kenaikan biaya cloud yang tidak terduga sebagai tantangan utama dalam strategi GenAI mereka.
Hambatan performaModel cloud hub-and-spoke konvensional menimbulkan latensi yang melemahkan performa aplikasi AI real time, sehingga tidak sesuai untuk beban kerja GenAI pada skala produksi.
“AI hanyalah sekuat infrastruktur yang dijalankan,” kata Senior Vice President, Sales, dan Managing Director, Asia Pasifik di Akamai Technologies, Parimal Pandya.
“Hasil penelitian IDC ini mengungkap bagaimana bisnis di Asia Pasifik mengadopsi infrastruktur berbasis edge yang lebih terdistribusi untuk memenuhi kebutuhan performa, keamanan, dan biaya beban kerja AI modern. Platform edge global Akamai dibangun untuk transformasi tersebut—mendekatkan kekuatan komputasi kepada pengguna, di tempat yang paling dibutuhkan.”
Research Director di IDC Asia Pasifik, Daphne Chung, menambahkan GenAI beralih dari tahap eksperimen menuju penerapan di seluruh perusahaan. Akibatnya, berbagai organisasi meninjau kembali bagaimana dan dimana infrastruktur mereka beroperasi.
“Strategi edge tidak lagi bersifat teoretis – strategi ini diterapkan secara aktif untuk memenuhi tuntutan dunia nyata akan kecerdasan, kepatuhan, dan skala,” ujarnya.
Tiongkok memperluas GenAI dengan dominasi edge dan cloud publik yakni sebanyak 37% perusahaan menggunakan GenAI di tahap produksi. Kemudian, sebanyak 61% sedang melakukan pengujian, sementara 96% mengandalkan IaaS cloud publik.
Investasi teknologi informasi (TI) edge meningkat untuk mendukung operasional jarak jauh, lingkungan yang tidak terhubung, dan skenario penggunaan spesifik industri.
Jepang mempercepat infrastruktur AI meski ada kesenjangan kematangan digital, meski hanya sebanyak 38% perusahaan Jepang yang telah menggunakan GenAI di tahap produksi.
Namun, sebanyak 84% perusahaan percaya GenAI sudah atau akan mendisrupsi bisnis mereka dalam 18 bulan ke depan. Sementara itu sebanyak 98% perusahaan berencana menjalankan beban kerja AI di Infrastructure as a Service (IaaS) cloud publik untuk beban kerja pelatihan dan inferensi. Kasus pemanfaatan edge seperti AI, internet of Things (IoT), dan dukungan operasional untuk kondisi cloud yang tak terhubung mendorong pemutakhiran infrastruktur.
India mengembangkan infrastruktur edge untuk memenuhi permintaan GenAI dan mengelola biaya yakni sebanyak 82% perusahaan melakukan pengujian awal GenAI.
Selanjutnya, sebanyak 16% memanfaatkan GenAI di tahap produksi. India membangun kemampuan edge di kota-kota tingkat 2 dan 3. Lalu, sebanyak 91% pengadopsi GenAI mengandalkan IaaS cloud publik
Namun, kekhawatiran biaya dan kesenjangan keterampilan mendorong permintaan akan infrastruktur yang siap mendukung AI dan terjangkau.
ASEAN mengadopsi GenAI dengan strategi edge-first di luar ibu kota sebanyak 91% perusahaan ASEAN memprediksi disrupsi GenAI dalam 18 bulan ke depan.
Sebanyak 16% perusahaan sudah mengenalkan aplikasi GenAI ke dalam lingkungan produksi dan sebanyak 84% lainnya masih dalam tahap pengujian awal.
Sementara itu sebanyak 96% perusahaan mengadopsi IaaS cloud publik untuk beban kerja AI, sedangkan investasi edge meningkat untuk mendukung operasional jarak jauh dan kontrol data.
Perusahaan harus memodernisasi infrastruktur di cloud dan edge, menyelaraskan penerapan dengan kebutuhan spesifik tiap beban kerja.
Mengamankan data melalui kerangka kerja Zero Trust dan kepatuhan berkelanjutan sangat penting dan memastikan interoperabilitas untuk menghindari vendor lock-in.
Dengan memanfaatkan mitra ekosistem, dunia bisnis dapat mempercepat penerapan AI dan meningkatkan skala lebih cepat, lebih cerdas, dan lebih fleksibel. (adm)