Jakarta – Information Communication Technology (ICT) Institute berpendapat Pemerintah Republik Indonesia (RI) harus memperhatikan teknologi informasi (TI) khususnya artificial intelligence/AI (kecerdasan buatan).
“Padahal, ini masa-masa krusial transformasi digital dilakukan menuju 2030. Kalau tidak ada perhatian, ya mungkin penguasaan teknologi, pertumbuhan ekonomi delapan persen serta Indonesia jadi negara maju di 2045, sulit dicapai jika tidak ada alokasi anggaran cukup untuk pembangunan infrastruktur digital, ekosistem digital, masyarakat dan pemerintah digital maupun talenta digital,” kata Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi pada Selasa (19/8/2025).
Pemerintah RI telah memasukkan sektor TI dalam delapan agenda prioritas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Namun, ini belum akan berdampak, sehingga berpotensi memperlambat kemajuan digital Indonesia.
Heru Sutadi menilai penyebabnya adalah alokasi anggaran TI masih minim, sehingga ini dapat menghambat pengembangan infrastruktur digital, inovasi teknologi dan literasi digital.
“Padahal, sektor ini menyumbang 8% PDB pada 2016 dan berpotensi mencapai 20% pada 2045 jika didukung konsisten,” ucapnya.
Dengan begitu investasi tidak dapat dilakukan bagi AI, big data dan cybersecurity, sehingga berisiko Indonesia stagnan dan melemahkan daya saing global.
Jadi, Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) diminta dapat mendorong kebijakan progresif untuk menjaga momentum transformasi digital.
“Semoga meski tidak jadi prioritas, tetap ada anggaran besar digelontorkan untuk membangun infrastruktur digital kita yang masih minim dan belum merata, dan ada anggaran digitalisasi yang masuk ke K/L lain untuk transformasi digital, termasuk ke sektor prioritas di pertanian, energi dan pertahanan,” ucapnya.
Heru Sutadi memperkirakan digital Indonesia berisiko tertinggal dibandingkan negara ASEAN seperti Singapura. Walaupun, transformasi digital dapat terintegrasi dalam agenda lain, seperti pendidikan (e-learning) atau ekonomi kerakyatan (digitalisasi usaha mikro kecil dan menengah/UMKM).
Program seperti QRIS dan Satu Data Indonesia juga menunjukkan potensi lintas sektoral. Kolaborasi dengan swasta dan kebijakan kementerian lain dapat menutupi celah ini, meski efektivitasnya bergantung pada implementasi.
“Walaupun tidak dikonsentrasi di Komdigi, kita harapkan anggaran digital tersebar di seluruh K/L untuk mentransformasikan digital tiap K/L, walaupun memang kadarnya dan hasilnya pasti berbeda-beda,” tuturnya.
“Idealnya terkonsentrasi di Komdigi sebagai leading sektor digital karena bisa menggerakkan transformasi digital nasional dan ekosistemnya seperti infrastruktur digital, talenta digital, mensinergikan pemerintahan digital dan sebagainya.” (adm)
Sumber: detik.com