Jakarta – Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) mengungkapkan negosiasi Removing Barriers for Digital Trade Barrier masih dilakukan Pemerintah dengan White House. Langkah ini terkait pembicaraan teknis transfer data pribadi antara Amerika Serikat (AS) dan Indonesia.
“Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) menegaskan bahwa finalisasi kesepakatan perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat yang diumumkan pada 22 Juli 2025 oleh Gedung Putih bukanlah bentuk penyerahan data pribadi secara bebas, melainkan menjadi pijakan hukum yang sah, aman, dan terukur dalam tata kelola lalu lintas data pribadi lintas negara,” kata Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid pada Kamis (24/7/2025).
Kesepakatan ini bisa menjadi dasar legal bagi perlindungan data pribadi warga negara Indonesia (WNI) ketika menggunakan layanan digital yang disediakan oleh perusahaan berbasis di AS, seperti mesin pencari, media sosial, layanan cloud, dan e-commerce.
“Prinsip utama yang dijunjung adalah tata kelola data yang baik, pelindungan hak individu, dan kedaulatan hukum nasional. Mengutip pernyataan Gedung Putih bahwa hal ini dilakukan dengan kondisi ‘… adequate data protection under Indonesia’s law.’,” ujarnya.
Meutya Hafid mengemukakan pemindahan data pribadi lintas negara diizinkan untuk kepentingan yang sah, terbatas, dan bisa dilegalkan secara hukum.
Konkret dari aktivitas pemindahan data yang sah antara lain, penggunaan mesin pencari seperti Google dan Bing, serta penyimpanan data melalui layanan cloud computing.
Kemudian, komunikasi digital melalui platform media sosial seperti WhatsApp, Facebook, dan Instagram, pemrosesan transaksi melalui platform e-commerce, serta keperluan riset dan inovasi digital.
“Pengaliran data antarnegara tetap dilakukan di bawah pengawasan ketat otoritas Indonesia, dengan prinsip kehati-hatian dan berdasarkan ketentuan hukum nasional,” ucapnya.
Landasan hukumnya merujuk pada Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) dan s Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSE) yang mengatur mekanisme dan prasyarat pengiriman data pribadi ke luar yurisdiksi Indonesia.
Pemerintah Indonesia memastikan transfer data ke AS tidak dilakukan sembarangan dengan seluruh proses dilakukan dalam kerangka secure and reliable data governance, tanpa mengorbankan hak-hak warga negara.
“Dengan tata kelola yang transparan dan akuntabel, Indonesia tidak tertinggal dalam dinamika ekonomi digital global, namun tetap menjaga kedaulatan penuh dalam pengawasan dan penegakan hukum atas data pribadi warganya,” ucapnya.
Meutya Hafid meneruskan pengaliran data antarnegara merupakan praktik global yang lazim diterapkan, terutama dalam konteks tata kelola data digital.
Negara-negara anggota G7 seperti Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Jerman, Prancis, Italia, dan Britania Raya telah mengadopsi mekanisme transfer data lintas batas secara aman dan andal.
“Transfer data pribadi lintas negara pada prinsipnya ke depan adalah keniscayaan. Indonesia mengambil posisi sejajar dalam praktik tersebut, dengan tetap menempatkan pelindungan hukum nasional sebagai fondasi utama,” tuturnya. (adm)
Sumber: detik.com